Sabtu, 05 Desember 2015

makalah

PERBEDAAN PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG KESAKSIAN DALAM THALAQ

Perceraian dalam suatu perkawinan,sebenarnya merupakan jalan terakhir setelah diupayakan perdamaian.Thalaq memang dibenarkan dalam islam tetapi perbuatan itu sangat dibenci oleh Allah .
Bila terjadi perceraian dalam rumah tangga ,maka ada kesan seolah-olah perkawinan suami istri tidak dilandasi suka saling suka dan saling cinta.Tidak sedikit kita lihat orang-orang melarikan diri dari orangtuanya ,kemudian tahkim .Mereka ingin sehidup semati meski  tanpa restu orangtua. Tetapi anehnya,setelah perkawinan demikian kemungkinan cerai masih saja terjadi.
Pada uraian terdahulu,mengenai kesaksian dalam akad nikah amat diperlukan, walaupun ada sedikit ulama yang memandang tidak perlu.
Adalah wajar , bila pada saat akad nikah disaksikan ijab qabulnya,namun bagaimana dengan permasalahan saksi dalam thalaq? Berkenaan dengan masalah ini,maka para ulama berbeda pendapat  dalam menetapkan hukum saksi di dalam thalaq.
Sebelum membicarakan mengenai pendapat para ulama tentang permasalahan saksi dalam thalaq,terlebih dahulu kita lihat syarat-syarat yang berlaku bagi orang yang menalaq,sebagai berikut : [1][1]
1.Baligh
Para ulama mazhab sepakat bahwa thalaq yang dijatuhkan anak kecil dinyatakan tidak sah,kecuali mazhab Hambali yang menyatakan bahwa thalaq yang dijatuhkan anak kecil yang sudah mengerti dinyatakan sah.
2. Berakal sehat
Dengan demikian thalaq tidak berlaku atas orang yang hilang akalnya ( dalam keadaan tidak sadar ). Namun di sini para ulama berbeda pendapat mengenai thalaq yang diucapkan oleh orang yang mabuk,yaitu :
a. Imam mazhab yang empat berpendapat bahwa thalaq yang diucapkan orang mabuk itu sah apabila dia mabuk karena minuman yang diharamkan dan atas dasar keinginan sendiri,namun jika ia terpaksa maka thalaqnya dianggap tidak jatuh.
b.sementara para ulama Syi’ah Imamiyah mengatakan bahwa thalaq tersebut sama sekali tidak sah.
3. Atas kehendak sendiri
 Dengan demikian ,thalaq yang dijatuhkan karena ia dipaksa menurut kesepakatan ulama mazhab hal itu tidak sah, terkecuali mazhab imam Hanafi yang menyatakan bahwa hal sedemikian rupa dianggap sah.
4. Betul-betul bermaksud menjatuhkan thalaq
Hal ini menurut pendapat mazhab Syi’ah Imamiyah thalaq dinyatakan tidak jatuh karena sebab lupa,keliru atau main-main.
Sementara imam Hanafi berpendapat bahwa thalaq semua orang dinyatakan sah kecuali anak kecil,orang gila,dan orang yang kurang akalnya.
Sementara mazhab imam Syafi’i dan Hambali sependapat dengan imam abu hanifah bahwa thalaq dalam perkara ini dinyatakan sah,tetapi tidak dengan imam hambali , beliau menyatakan dalam kasus seperti ini thalaq dinyatakan tidak sah.

A. Pendapat Jumhur Fuqaha
Menurut jumhur ulama, baik salaf maupun khalaf (tradisional dan modern) berpendapat, bahwa talak itu sah tanpa ada saksi. Karena hal itu merupakan hak orang laki-laki (suami). Tidak ada nash yang menetapkan adanya saksi dalam talak[2][2]. Allah SWT sendiri telah memberikan hak talak berada di tangan laki-laki (suami) dan bukan wanita (istri), sebagaimana firmannya. Al-Ahzab : 49.
$pk0r'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) ÞOçFóss3tR ÏM»oYÏB÷sßJø9$# ¢OèO £`èdqßJçGø)¯=sÛ `ÏB È@ö6s% br&  Æèdq¡yJs? $yJsù öNä3s9 £`Îgøn=tæ ô`ÏB ;o£0Ïã $pktXr0tF÷ès? ( £`èdqãèÏnGyJsù £`èdqãmÎh| ur %[n#u|  WxÏHsd   
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya. (Al-Ahzab: 49)

Selain surat Al-Ahzab tersebut ada pula surat Al-Baqarah ayat 231 yang menyatakan tidah perlu adanya saksi di dalam thalaq sebagai berikut:
#sŒÎ)ur ãLäêø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# z`øón=t6sù £`ßgn=y_r&  Æèdqä3Å¡øBr'sù >$rá÷èoÿÏ3 ÷rr& £`èdqãmÎhŽ|  7$rã÷èoÿÏ3 4 Ÿwur £`èdqä3Å¡÷IäC #Y‘#uŽÅÑ (#rßtF÷ètGÏj9 4 `tBur ö@yèøÿtƒ y7ÏsŒ ôs)sù zOn=sß ¼çm|¡øÿtR 4 Ÿwur (#ÿräÏ­Fs? ÏM»tƒ#uä «!$# #Yrâèd 4 (#rãä.øŒ$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ !$tBur tAtRr& Nä3øn=tæ z`ÏiB É=»tGÅ3ø9$# ÏpyJõ3Åsø9$#ur /ä3ÝàÏètƒ ¾ÏmÎ/ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqãKn=ôã$#ur ¨br& ©!$# Èe@ä3Î/ >äóÓx« ×Î=tæ
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, Karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. barangsiapa berbuat demikian, Maka sungguh ia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta Ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Al-Baqarah: 231)
Dengan demikian, talak itu merupakan hak bagi yang menikahi (suami) dan juga mempunyai hak untuk mempertahankannya, yaitu melalui proses rujuk. Demikian dikatakan oleh ibnu qayyim.[3][3]


B. Pendapat Imam Mazhab Yang empat
Mazhab yang empat tidak mengisyaratkan akan adanya saksi didalam talak, adapun keempat mazhab tersebut adalah mazhab Syafi’i, Maliki, Hambali, dan Hanafi,berdasarkan sebagaimana landasan yang dipergunakan oleh para ulama jumhur dalam menetapkan hal ini.
Namun demikian menurut Imam Syafi’i dan Hanifah sebagaimana M. Quraish Shihab mengatakan dalam tafsirnya bahwa persaksian terhadap talak ini, “Memahaminya dalam perintah sunnah”. Dan dari riwayat yang lain yang dinisbahkan kepada Imam Syafi’i, Ahmad, dan Malik bahwa,“Perintah itu sebagai perintah wajib untuk rujuk dan bukan untuk perceraian”.[4][4]


C. Pendapat  Ulama Syi’ah Imamiyah
Para ulama mazhab Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariah dan Ismailiyyah mengatakan bahwa, talak tidak dianggap jatuh bila tidak disertai dua orang saksi laki-laki yang adil[5][5]. Hal tersebut berdasarkan surat Al-Quran surat At-Thalaq : 2 ayat yang berbunyi:
#sŒÎ*sù z`øón=t/ £`ßgn=y_r& £`èdqä3Å¡øBr'sù >$rã÷èyJÎ/ ÷rr& £`èdqè%Í‘$sù 7$rã÷èyJÎ/ (#rßÍkô­r&ur ôursŒ 5Aôtã óOä3ZÏiB (#qßÏ%r&ur noy»yg¤±9$# ¬! 4 öNà6ÏsŒ àátãqム¾ÏmÎ/ `tB tb%x. ÚÆÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 `tBur È,­Gtƒ ©!$# @yèøgs ¼ã&©! %[`tøƒxC
Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. ( QS.At-Thalak: 2).
Perintah untuk membuat kesaksian ini,dikemukakan sesudah pembicaraan tentang thalaq dan kebolehan rujuk.Maka yang tepat adalah bahwa persaksian itu dimaksudkan bagi thalaq.Disebutnya persaksian sebagai alasan dapat memberi nasihat bagi prang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk memperkuat hal di atas.Dengan demikian untuk jatuhnya thalaq disyaratkan adanya dua orang saksi yang adil.
Sehingga dengan adanya dua orang saksi yang adil di dalam talak akan mempersulit untuk melaksanakan talak itu sendiri sehingga dengan demikian memungkinkan pasangan suami istri untuk mengurungkan niat mereka untuk melaksanakan proses bercerai. Sebagaimana yang disebutkan oleh Makinudin di dalam ringkasan disertasi-nya bahwa, “kedatangan para saksi yang adil tidak akan sunyi dari nasihat yang baik, yang dapat mencegah suami istri melakukan talak sehingga keduanya mendapat jalan keluar dari terjadinya talak, yang merupakan suatu perbuatan halal yang sangat dibenci oleh Allah.[6][6]










KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas,maka dapat kita simpulkan bahwa kesaksian dalam thalaq ini merupakan salah satu studi perbandingan mazhab yang di dalamnya para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan hal ini,kita lihat perbedaan pendapat tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pendapat jumhur ulama fuqaha
Menurut jumhur ulama, baik salaf maupun khalaf (tradisional dan modern) berpendapat, bahwa talak itu sah tanpa ada saksi. Karena hal itu merupakan hak orang laki-laki (suami). Tidak ada nash yang menetapkan adanya saksi dalam talak Allah SWT sendiri telah memberikan hak talak berada di tangan laki-laki (suami) dan bukan wanita (istri), sebagaimana firmannya dalam surat Al-Ahzab : 49.

b. Pendapat imam mazhab yang empat
Mazhab yang empat tidak mengisyaratkan akan adanya saksi didalam thalaq, adapun keempat mazhab tersebut adalah mazhab Syafi’i, Maliki, Hambali, dan Hanafi.

c. Pendapat ulama syi’ah imamiyah
  Mazhab Imamiah berpendapat bahwa harus ada saksi didalam talak, dan saksi merupakan rukun dari pada talak.Para ulama mazhab Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariah dan Ismailiyyah mengatakan bahwa, talak tidak dianggap jatuh bila tidak disertai dua orang saksi laki-laki yang adil.










DAFTAR PUSTAKA

Makinudin, Pandangan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Ikrar Talak di Indonesia Pasca Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Doktor dalam Program Studi Ilmu Ke-Islam-an Konsentrasi Pemikiran Islam, Program Pasca Sarjana S3 Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya: 2011

M.Ali Hasan,perbandingan mazhab fiqh,jakarta : raja grafindo persada
  M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002

Muhammad jawad mughniyah,fiqih lima mazhab,jakarta : lentera,2007

Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Al-Jami’ Fii Fiqhi An-Nisa’, penerjemah: M. Abdul Goffar E.M, Beirut-Lebanon: Darul Kutub Al-Ilmiyah

Slamet Abidin,fiqih munakahat 2,Bandung : Pustaka Setia


[1][1] Muhammad jawad mughniyah,fiqih lima mazhab,jakarta:lentera,2007,hal:441-442,dan Slamet Abidin,fiqih munakahat,Bandung : Pustaka Setia 55-58
[2][2] M.Ali Hasan,perbandingan mazhab fiqh,jakarta:raja grafindo persada,hal:156
[3][3] Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Al-Jami’ Fii Fiqhi An-Nisa’, penerjemah: M. Abdul Goffar E.M, (Beirut-Lebanon: Darul Kutub Al-Ilmiyah), hal. 447.

[4][4]   M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, ( Jakarta: Lentera Hati, 2002), Jilid 14, hal 296. 

[5][5] Muhammad jawad mughniyah,op.cit ,hal : 449,dan M.Ali Hasan,op.cit.hal : 158
[6][6] Makinudin, Pandangan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Ikrar Talak di Indonesia Pasca Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Doktor dalam Program Studi Ilmu Ke-Islam-an Konsentrasi Pemikiran Islam, (Program Pasca Sarjana S3 Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya: 2011), hal 14-15.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar